Organisasi
belajar atau organisasi
pembelajaran adalah suatu konsep dimana organisasi dianggap mampu untuk terus menerus melakukan proses
pembelajaran mandiri (self leraning) sehingga organisasi tersebut
memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam perubahan
yang muncul.
Pedler, Boydell
dan Burgoyne mendefinisikan bahwa organisasi pembelajaran adalah “Sebuah
organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara
terus menerus mentransformasikan diri”. • Menurut Lundberg (Dale, 2003)
menyatakan bahwa pembelajaran adalah “suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan
pada pemerolehan dan pengembangan keterampilan dan pengetahuan serta
aplikasinya”. • Menurut Sandra Kerka (1995) yang paling konseptual dari
learning organization adalah asumsi bahwa ‘belajar itu penting’, berkelanjutan,
dan lebih efektif ketika dibagikan dan bahwa setiap pengalaman adalah suatu
kesempatan untuk belajar.
Kerka
menyatakan, lima disiplin yang diidentifikasikan Peter Senge adalah kunci untuk
mencapai organisasi jenis ini. Peter Senge juga menekankan pentingnya dialog
dalam organisasi, khususnya dengan memperhatikan pada disiplin belajar tim
(team learning). Maka dialog merupakan salah satu ciri dari setiap pembicaraan
sesungguhnya dimana setiap orang membuka dirinya terhadap yang lain,
benar-benar menerima sudut pandangnya sebagai pertimbangan berharga dan
memasuki yang lain dalam batasan bahwa dia mengerti tidak sebagai individu
secara khusus, namun isi pembicaraannya. Tujuannya bukan memenangkan argumen
melainkan untuk pengertian lebih lanjut. Belajar tim (team learning) memerlukan
kapasitas anggota kelompok untuk mencabut asumsi dan mesu ke dalam pola
“berfikir bersama” yang sesungguhnya. [Senge. 1990]
Dimensi Learning Organization Peter Senge
(1999) mengemukakan bahwaΓΌ di dalam
learning organization yang efektif diperlukan 5 dimensi yang akan memungkinkan
organisasi untuk belajar, berkembang, dan berinovasi yakni:
1. Personal
Mastery Kemampuan untuk secara terus menerus dan sabar memperbaiki wawasan agar
objektif dalam melihat realitas dengan pemusatan energi pada hal-hal yang
strategis. Organisasi pembelajaran memerlukan karyawan yang memiliki kompetensi
yang tinggi, agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya
perubahan teknologi dan perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis
kekuatan fisik ke paradigma yang berbasis pengetahuan.
2. Mental Model
Suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi, keyakinan, dan
prasangka atas rangsangan yang muncul. Mental model memungkinkan manusia
bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi yang terus berubah, mental
model ini kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi
yang dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan,
dicermati, dan direvisi pada level individual, kelompok, dan organisasi.
3. Shared
Vision Komitmen untuk menggali visi bersama tentang masa depan secara murni
tanpa paksaan. Oleh karena organisasi terdiri atas berbagai orang yang berbeda
latar belakang pendidikan, kesukuan, pengalaman serta budayanya, maka akan
sangat sulit bagi organisasi untuk bekerja secara terpadu kalau tidak memiliki
visi yang sama. Selain perbedaan latar belakang karyawan, organisasi juga
memiliki berbagai unit yang pekerjaannya berbeda antara satu unit dengan unit
lainnya. Untuk menggerakkan organisasi pada tujuan yang sama dengan aktivitas
yang terfokus pada pencapaian tujuan bersama diperlukan adanya visi yang
dimiliki oleh semua orang dan semua unit yang ada dalam organisasi.
4. Team Learning
Kemampuan dan motivasi untuk belajar secara adaptif, generatif, dan
berkesinambungan. Kini makin banyak organisasi berbasis tim, karena rancangan
organisasi dibuat dalam lintas fungsi yang biasanya berbasis team. Kemampuan
organisasi untuk mensinergikan kegiatan tim ini ditentukan oleh adanya visi
bersama dan kemampuan berfikir sistemik seperti yang telah diuraikan di atas.
Namun demikian tanpa adanya kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal yang
terjadi dalam suatu tim, maka pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan
bahkan berhenti. Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang
mau berbagi wawasan dan belajar bersama-sama. Berbagi wawasan pengetahuan dalam
tim menjadi sangat penting untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah
modal intelektualnya
5. System
Thinking Organisasi pada dasarnya terdiri atas unit yang harus bekerja sama
untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Unit-unit itu antara lain ada yang
disebut divisi, direktorat, bagian, atau cabang. Kesuksesan suatu organisasi
sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk melakukan pekerjaan secara
sinergis. Kemampuan untuk membangun hubungan yang sinergis ini hanya akan
dimiliki kalau semua anggota unit saling memahami pekerjaan unit lain dan
memahami juga dampak dari kinerja unit tempat dia bekerja pada unit lainnya.
Kelima dimensi dari Peter Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh,
dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan dalam
perilaku sehari-hari. Kelima dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir
bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas pengembangan
SDM, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan
kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan mengantisipasi perubahan pada
masa depan. Kelima dimensi dari Peter Senge tersebut perlu dipadukan secara
utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan
dalam perilaku sehari-hari. Kelima dimensi organisasi pembelajaran ini harus
hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas
pengembangan SDM, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan
meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan mengantisipasi
perubahan pada masa depan.
Berdasarkan
hasil penelitian Tjakraatmaja (2002) dihasilkan temuan bahwa untuk membangun
learning organization dibutuhkan tiga pilar yang saling mendukung, yaitu :
1. Pembelajaran Individual (individual learning), 2. Jalur Transformasi
Pengetahuan, 3. Pembelajaran Organisasional (organizational learning).
Menurut Pedler, dkk (Dale, 2003) suatu
organisasi pembelajaran adalah organisasi yang:
1. Mempunyai
suasana dimana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan
mengembangkan potensi penuh mereka; 2. Memperluas budaya belajar ini sampai
pada pelanggan, pemasok dan stakeholder lain yang signifikan; 3. Menjadikan
strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis; 4.
Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus; Tujuan proses
transformasi ini, sebagai aktivitas sentral, adalah agar perusahaan mampu
mencari secara luas ide-ide baru, masalah-masalah baru dan peluang-peluang baru
untuk pembelajaran, dan mampu memanfaatkan keunggulan kompetitif dalam dunia
yang semakin kompetitif. Peter Sange (1990) mengatakan sebuah organisasi
pembelajar adalah organisasi “yang terus menerus memperbesar kemampuannya untuk
menciptakan masa depannya” dan berpendapat mereka dibedakan oleh lima disiplin,
yaitu: penguasaan pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran tim, dan
pemikiran sistem. Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah
suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan
ketrampilan dan pengetahuan serta aplikasinya. Menurutnya, pembelajaran
organisasi adalah: 1. Tidaklah semata-mata jumlah pembelajaran masing-masing
anggota; 2. Pembelajaran itu membangun pemahaman yang luas terhadap keadaan
internal maupun eksternal melalui kegiatan-kegiatan dan sistem-sistem yang
tidak tergantung pada anggota-anggota tertentu; 3. Pembelajaran tidak hanya
tentang penataan kembali atau perancangan kembali unsur-unsur organisasi; 4.
Pembelajaran lebih merupakan suatu bentuk meta-pembelajaran yang mensyaratkan
pemikiran kembali pola-pola yang menyambung dan mempertautkan potongan-potongan
sebuah organisasi dan juga mempertautkan pola-pola dengan lingkungan yang
relevan; 5. Pembelajaran organisasi adalah suatu proses yang seolah-oleh
mengikat beberapa sub-proses, misalnya perhatian, penafsiran, pencarian,
pengungkapan dan penemuan, pilihan, pengaruh dan penilaian. 6. Pembelajaran
organisasi mencakup baik unsur kognitif, misalnya pengetahuan dan wawasan yang
dimiliki bersama oleh para anggota organisasi maupun kegiatan organisasi yang
berulang-ulang, misalnya rutinitas dan perbaikan tindakan. Ada proses yang sah
dan tanpa henti untuk memunculkan ke permukaan dan menguji praktik-praktik
organisasi serta penjelasan yang menyertainya. Dengan demikian organisasi
pembelajar ditandai dengan pengertian kognitif dan perilaku.
|
Ruang Lingkup Learning Organization
Learning
Organization meliputi adanya perkembangan yang berkelanjutan dan penyesuaian
terhadap perubahan yang ada dan mampu menciptakan tujuan dan/atau pendekatan
yang baru. Pembelajaran ini harus menyatu pada cara organisasi menjalankan
kegiatannya. Pembelajaran dalam hal ini berarti:
1. Bagian dari
kegiatan kerja sehari-hari. 2. Diterapkan pada individu, unit kerja dan
perusahaan. 3. Bersifat mampu memecahkan masalah pada akar penyebabnya. 4.
Fokus pada tersebarnya pengetahuan di seluruh stuktur organisasi 5. Digerakkan
oleh kesempatan untuk mendapatkan perubahan yang signifikan dan mengerjakan
dengan lebih baik.
Sumber-sumber
pengetahuan dan pembelajaran ini bisa berasal dari gagasan dan pendapat para
karyawan, research & development (R&D), masukan dari para pelanggan,
saling tukar/bagi pengalaman dan benchmarking(perbandingan). Learning
Oganization mencakup banyak hal, terutama pada individu dalam organisasi
misalnya, karyawan dalam perusahaan.
Keberhasilan
karyawan sangat tergantung pada diperolehnya kesempatan untuk mempelajari dan
mempraktikkan hal dan keahlian yang baru. Perusahaan berinvestasi pada
pendidikan, pelatihan dan berbagai kesempatan lain yang diberikan pada para
karyawannya untuk tumbuh dan berkembang. Kesempatan tersebut dapat berupa rotasi
pekerjaan, kenaikan gaji pada karyawan yang berprestasi dan/atau terlatih.
On-the-job training merupakan suatu cara yang efektif untuk melatih dan menarik
garis hubungan yang lebih baik antara kepentingan dan prioritas perusahaan.
Proses Learning Organization
Prof. Jann
Hidajat Tjakraatmadja pada suatu seminar, memberikan pandangan mengenai tiga
gelombang "pembelajaran" (learning). • Pada gelombang pertama,
organisasi dan perusahaan berkonsentrasi pada peningkatan proses kerja (improve
work process). Dalam fase ini, munculah konsep "kaizen", TQM, dan
konsep-konsep lain yang berbasiskan pada mengatasi hambatan dan batasan. •
Selanjutnya, fase kedua memfokuskan pada peningkatan mengenai bagaimana cara
bekerja (improve how to work). Fase ini banyak berkutat pada improvisasi cara
berpikir dan pembelajaran mengenai masalah-masalah sistem yang dinamis,
kompleks, dan mengandung konflik. • Pada gelombang ketiga, konsep pembelajaran
benar-benar tertanam dalam organisasi sebagai cara pandang dan berpikir para
pimpinan dan juga pekerja.
Tipe learning Organization
ada beberapa
tipe learning yang dapat digunakan oleh setiap organisasi, yaitu :
1. Level 1.
Learning facts, knowledge, processes and procedures. Applies to known
situations where changes are minor. 2. Level 2. Learning new job skills that
are transferable to other situations. Applies to new situations where existing
responses need to be changed. Bringing in outside expertise is a useful tool
here. 3. Level 3 - Learning to adapt. Applies to more dynamic situations where
the solutions need developing. Experimentation, and deriving lessons from
success and failure is the mode of learning here. 4. Level 4 - Learning to
learn. Is about innovation and creativity; designing the future rather than
merely adapting to it. This is where assumptions are challenged and knowledge
is reframed.
Masalah-masalah yang dapat ditemukan dalam Learning
Organization
Bahkan dalam
Organisasi Belajar, masalah yang mungkin ditemui kios proses belajar atau
menyebabkan hal itu mengalami kemunduran. Sebagian besar masalah timbul dari
suatu Organisasi tidak sepenuhnya merangkul semua aspek yang diuraikan di atas
diperlukan dalam Organisasi Belajar. Jika masalah ini dapat diidentifikasi,
bekerja dapat mulai memperbaiki mereka.
Organisasi
penghambat untuk belajar
Beberapa organisasi telah menemukan sulitnya untuk merangkul penguasaan pribadi karena sebagai sebuah konsep itu adalah manfaat tak berwujud dan tidak dapat diukur. Selain itu, penguasaan pribadi dapat dilihat sebagai ancaman bagi organisasi. Ancaman ini dapat menjadi nyata, seperti Senge menunjukkan, bahwa "untuk memberdayakan orang-orang dalam organisasi dapat menjadi kontraproduktif". Dengan kata lain, jika individu tidak terlibat dengan sebuah visi bersama, penguasaan pribadi dapat digunakan untuk memajukan visi mereka sendiri.
Dalam beberapa
organisasi kurangnya budaya belajar dapat menjadi penghalang untuk belajar. Hal
ini penting agar tercipta sebuah lingkungan di mana individu dapat berbagi
pembelajaran, sehingga lebih banyak orang dapat memperoleh manfaat dari
pengetahuan dan individu menjadi berdaya.
Sebuah
Organisasi Pembelajar ( Learning Organization ) perlu merangkul sepenuhnya
penghapusan struktur hirarkis tradisional. Ini adalah sebuah penghalang untuk
pengembangan visi bersama dan berbagi pengetahuan.
Individu
penghambat untuk belajar
Perlawanan terhadap pembelajaran dapat terjadi dalam Learning Organization,jika tidak tersedia cukup kesadaran pada tingkat individu. Hal ini sering dihadapi oleh orang-orang yang merasa terancam oleh perubahan atau percaya bahwa mereka memiliki paling banyak kehilangan. Orang yang sama yang merasa terancam oleh perubahan cenderung memiliki pikiran tertutup dan tidak bersedia untuk menjalin keterlibatan dengan model mental. Kecuali diimplementasikan secara koheren di seluruh organisasi, Mereka melihat pembelajaran sebagai sesuatu yang elitis dan terbatas pada tingkat yang lebih senior dalam organisasi. ika ini kasusnya, belajar tidak akan dipandang sebagai visi bersama. Jika pelatihan dan pengembangan adalah wajib, itu dapat dilihat sebagai bentuk kontrol, bukan suatu bentuk pengembangan pribadi dan mengejar penguasaan pribadi dibandingkan mengejar tujuan organisasi secara bersama.
Organizational Learning vs The Learning Organization
Cut Zurnali
(2010) menyatakan, terminologi learning organization (organisasi pembelajaran)
berbeda dengan organizational learning (pembelajaran keorganisasian). Lebih
lanjut Cut Zurnali memaparkan sebuah jurnal dengan judul yang unik,
"Organizational Learning vs The Learning Organization: A Conversation with
a Practioner", yang ditulis oleh Gorolick (2005). Gorolick mengisahkan
pengalamannya pada saat diundang dalam sebuah pertemuan dengan kelompok para
praktisi pengembangan keahlian dan pengalaman organisasi. Pada kesempatan itu,
seorang peserta wanita memperkenalkan dirinya pada Gorolick, ”I am working on a
major organization wide initiative and recently had a huge ”aha” moment. We
have been exploring organization learning but what we really need to focus on
is the learning organization” (saya bekerja pada sebuah organisasi yang
bergerak dalam pengembangan inisiatif dan akhir-akhir ini kami mendapatkan
banyak momen yang mengejutkan. Kami berusaha menggali masalah organization
learning walaupun sebetulnya yang kami butuh untuk memfokuskan dalam
pengembangan organisasi klien kami adalah learning organization). Gorolick
mengemukakan, jika organizational learning dilihat sebagai sebuah sirklus
pembelajaran terus-menerus, maka sebuah organisasi tidak dapat mencapai sebuah
titik waktu ketika ia menyatakan dirinya sebuah learning organization, sebagai
tanda atau pernyataan akhir. Sebaliknya, setiap organisasi dapat memihak pada
adanya pernyataan tetap pembelajaran dan menyatakan dirinya menjadi praktek
dari organizational learning.
Mengutip pendapat Aggestam, Cut Zurnali (2010) memaparkan adanya dua bidang yang berbeda dari kedua terminologi ini, yaitu:
- LO
(learning organization) tends to focus more on external threats as the
reason for fostering learning. Ini berarti learning organization
memfokuskan pada ancaman-ancaman eksternal sebagai alasan mengembangkan
pembelajaran.
- OL
(organization learning) tends to focus more on internal concerns for
performance and learning as part of condition of human beings within
settings. Ini menunjukkan bahwa organization learning memfokuskan lebih
pada perhatian internal untuk kinerja dan pembelajaran sebagai bagian dari
kondisi manusia yang berada dalam pengaturan.
Ini berarti bahwa LO harus dapat memenuhi permintaan lingkungan internal dan eksternalnya. Beberapa pendapat menyebutkan LO adalah sebuah visi sedangkan OL merupakan siklus pembelajaran yang terus-menerus dan sebuah organisasi tidak pernah dapat mencapai poin waktu dimana organisasi tersebut menyatakan dirinya LO. Sebaliknya, tidak ada organisasi dapat dalam sebuah keadaan konstan dari pembelajaran dan menyatakan dirinya mempraktekkan OL.
referensi
- Aggestam,
Lena, 2006, Learning Organization or Knowledge Management : Which
Came First, Information Technology and Control Vol.35, No. 3A
- Cut
Zurnali, 2010, "Learning Organization, Competency, Organizational
Commitment, dan Customer Orientation : Knowledge Worker - Kerangka
Riset Manajemen Sumberdaya Manusia di Masa Depan", Penerbit Unpad
Press, Bandung
- Gorolick,
Carol, 2005, Organizational Learning vs The Learning Organization: A
Conversation with a Practioner, The Learning Organization, Vol. 12, No. 4,
pp 383-288
referensi
1.
[Jo Hatch, Mary. 1997. Organization Theory. New York:
Oxford University Press.]
2.
[Mason. Moya K. 2009.What is a Learning
Organization?.www.world.std.com.]
3.
Tjakraatmadja, Jann Hidajat. 2005. Membangun Learning
Organization : Mau berbagi, dalam seminar Sekolah Manejemen dan Bisnis
ITB. www.itb.ac.id.
4.
[Farago, John and David J. Skyrme. 1995. The Learning
Organization. www.Sla.org]
5.
[TH. Leksana. 2009. Learning Organization.
www.sscnco.com.]
No comments:
Post a Comment